Sebuah cerita legenda seorang perempuan yang memiliki anjing yang setia. Anjing ini begitu setia, sehingga perempuan itu bisa meninggalkan bayinya dan pergi keluar, anjing itu dengan setia menjaga sang Bayi untuk menghadiri hal-hal yang tidak di inginkan. Setelah Perempuan itu kembali dari berpergian, Dia selalu menemukan anaknya tertidur nyenyak dengan anjing setia selalu mengawasinya.
Suatu hari, sesuatu yang tragis terjadi. Seperti biasa, perempuan itu meninggalkan bayinya bersama anjingnya yang setia dan pergi berbelanja.
Ketika ia kembali, ia menemukan sebuah adegan agak menjijikkan. Kamar kelihatan berantakan. Ranjang bayi itu dibongkar. Popok dan bajunya terkoyak, dengan noda darah di seluruh kamar tidur di mana dia meninggalkan anak dan anjingnya.
Kaget, perempuan itu menangis, sambil ia mulai mencari bayinya. Saat ini, ia melihat anjing yang setia muncul dari bawah tempat tidur, dengan berlumuran darah dan menjilati mulutnya seolah baru saja selesai memakan hidangan yang lezat.
Perempuan itu mengamuk dan menganggap bahwa anjing itu melahap bayinya. Tanpa banyak berpikir, ia lansung memukuli Anjing itu sampai mati.
Kemudian ia tetap dan terus mencari anaknya, dia melihat adegan lain. Dekat dengan tempat tidur, bayinya berbaring di lantai dan terlihat aman tidak terluka sedikitpun.
Dan di bawah tempat tidur, dia melihat bangkai serigala, yang pasti terjadi pertempuran sengit antara serigala itu dan anjing yang baru saja meninggal.
Kemudian realitas memukul wanita, yang kini mulai mengerti apa yang terjadi selama dia tidak ada. Anjing itu berjuang untuk melindungi bayi dari serigala yang kelaparan.
Sudah terlambat baginya sekarang untuk menebus kesalahan, karena dalam situasi yang panik, emosi dan marah, dia telah membunuh anjingnya yang setia.
Saya yakin kita semua pasti sering melakukan hal ini, tanpa sadar kita marah-marah, mencaci maki saudara, sahabat dan orang lain. Kita hanya melihat dari sisi yang berbeda, tanpa melihat secara keseluruhan.
Saya juga pernah mengalaminya, ketika saya melihat keponakan tertimpa tubuh temannya, kemudian dia menangis, saya lansung memarahi temannya, saya menyalahkan temannya karena mendorong keponakan saya dan menimpa tubuhnya.
Padahal kejadian sebenarnya bukan seperti yang saya bayangkan, keponakan saya itu jatuh sendiri, temannya berusaha menangkapnya, tapi dia terpeleset. Sehingga tubuhnya ikut terjatuh dan menimpa keponakan saya.
Pertanyaan: Seberapa sering kita salah menilai orang lain. Membuat mereka terluka dengan kata-kata kasar dan bahkan dengan kekerasan fisik, sebelum kita punya waktu untuk mengevaluasi situasi?
Kita sering melihat kejadian / Adegan akhir, kita tidak melihat kejadian sebelumnya atau kejadian awalnya. Dan kita sering mengatakan "tidak perlu dijelaskan lagi, saya sudah tau dan lihat semuanya".
Mulai sekarang bersabar sedikit dapat secara drastis mengurangi kesalahan besar dalam hidup. Serta Berpikirlah bijaksana.
0 Response to "Sebuah Cerita Bijaksana"
Post a Comment
Harap meninggalkan komentar dengan bahasa yang baik dan benar